Membuat pengetahuan berkarya bagi hutan dan rakyat
Menjembatani kesenjangan antara pengetahuan dan praktik dalam tata kelola lanskap berhutan
Informasi lebih lanjutNegara-negara Asia memiliki banyak potensi Komoditas Hutan Berisiko (Forest Risk Commodity-FRC) yang berfungsi sebagai penggerak ekonomi di mana petani kecil memainkan peran yang penting dalam pengembangannya. Dengan perkembangan peraturan internasional saat ini, peluang untuk pemasaran di pasar internasional mengharuskan petani kecil untuk mematuhi beberapa persyaratan. Banyak praktik terbaik telah dikembangkan untuk memfasilitasi petani kecil untuk mematuhi komponen FRC yang terdiri dari kepatuhan terhadap peraturan, keterlacakan, akses terhadap keuangan, akses terhadap pasar dan kemitraan serta manajemen data. Semua upaya ini perlu diintegrasikan untuk memastikan petani kecil dapat memenuhi persyaratan FRC untuk mendukung bisnis yang berkelanjutan.
‘Memastikan tidak ada petani kecil yang tertinggal dalam perdagangan bebas deforestasi’ merupakan isu penting yang perlu kita perhatikan saat ini. Petani kecil merupakan kelompok yang rentan untuk mematuhi persyaratan tinggi dari aturan internasional terkait Komoditas Hutan Berisiko (Forest Risk Commodity - FRC), termasuk Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Regulation on Deforestation-free Products - EUDR), yang saat ini menjadi perhatian di banyak negara. Keterbatasan kapasitas dan sumber daya petani kecil menyebabkan mereka tertinggal jauh untuk memenuhi setiap komponen FRC. Melihat kondisi ini, banyak organisasi di Asia yang dikenal sebagai kawasan dengan beragam komoditas untuk diekspor ke pasar internasional memberikan beberapa intervensi untuk membantu petani kecil dalam mematuhi komponen FRC.
Melakukan advokasi memerlukan perumusan dan strategi yang tepat agar apa yang ingin disampaikan melalui kegiatan advokasi bisa berjalan efektif dan mencapai hasil yang diharapkan. Kemampuan inilah yang ingin dicapai melalui pelatihan advokasi yang dielenggarakan oleh Tropenbos Indonesia bagi perempuan dan kaum muda di tingkat tapak, yang diselenggarakan di Ketapang, Kalimantan Barat. Pelatihan yang diberikan oleh Indonesia Gender Team (IGT) Program GLA 2.0 ini diikuti oleh perwakilan perempuan dan pemuda dari 14 desa di Ketapang dan berlangsung selama 3 (tiga) hari, dari 12-15 Desember 2024.
Mendukung terciptanya bentang alam produktif dan lestari melalui program tata kelola berkelanjutan yang mencakup strategi untuk meningkatkan keamanan pangan, pemanfaatan hutan dan lahan secara bertanggung jawab, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim